PEKANBARU - Kementerian teknis harus berhati-hati dalam
menindaklanjuti pernyataan Presiden terkait pencabutan Hak Guna Usaha (HGU)
perkebunan yang diterlantarkan seluas 34.448 hektare. Pasalnya, HGU adalah Hak
Atas Tanah (HAT) dan bukan izin, yang didasarkan pada UU No 5 tahun 1960
beserta peraturan-peraturan turunannya.
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Tanah IPB University
Prof Dr Budi Mulyanto, Jumat (7/1/2022). Ia mengatakan karena merupakan Hak
Atas Tanah atau Right, HGU mempunyai kewenangan konstitusional yang diikuti
untuk harus melaksanakan berbagai peraturan-perundangan yang berlaku dan
tanggung jawab.
Menurutnya, untuk mendapatkan HGU, perusahaan perkebunan harus
melalui proses perizinan panjang, salah satunya pelaksanaan izin lokasi yakni
pembebasan lahan/tanah.
"Tanah tersebut juga harus bebas dari ketentuan status
kawasan hutan, kayu/hasil hutan, garapan masyarakat, peta moratorium,
inti-plasma serta konflik perizinan," ujar Budi Mulyanto yang juga Ketua
Umum Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI), Jumat (7 /1/2021).
Jika sudah mendapat HGU, Budi Mulyanto setuju jika lahan
tersebut sebaiknya segera ditanami kalau tidak ingin dikenai PP 11 tahun 2010
tentang Tanah Terlantar, HGU dicabut. "Hanya saja, kalau lahan tersebut
sudah menjadi kebun yang bagus dan ditanami, sebaiknya tidak boleh diganggu
gugat," Cakapnya.
Karena itu, Budi Mulyanto menyarankan tindaklanjut kementerian
teknis harus sangat berhati-hati melakukan verifikasi detail, transparan dan
akuntabel.
Menurut Budi Mulyanto, jika tindaklanjut pernyataan Presiden
Jokowi tidak dilakukan secara berhati-hati akan berpeluang menimbukan dampak
Kerawanan sosial. Kesalahpahaman seperti ini pernah terjadi di masa lalu.
Pemerintah, kata Budi Mulyanto, juga harus bersikap tegas
terhadap pihak-pihak yang dengan sengaja mem-framing seolah-olah sudah ada
keputusan final terkait pencabutan lahan HGU yang kini beredar di masyarakat.
"Hiruk-pikuk pencabutan perizinan ini berpeluang menurunkan
rangking ease of doing bussiness atau EODB," kata Budi.
Terpisah, pakar hukum kehutanan dan lingkungan Dr Sadino mengatakan, pemerintah
wajib melakukan verifikasi terkait luasan Guna Usaha (HGU) perkebunan yang
ditelantarkan seluas 34.448 hektare.
Hal ini, kata Sadino, karena tidak semua HGU perkebunan bisa
ditanami. Ada beberapa bagian seperti lahan berpasir, lahan yang diapit sungai
atau masuk dalam kawasan High Conservation Value (HVC) tidak bisa dan tidak
boleh ditanami.
"Bahkan, di sejumlah lahan PT perkebunan negara masih
banyak lahan yang tidak bisa ditanami karena masih berkonflik dengan masyarakat
sekitar," kata Sadino.
Sadino juga mengingatkan, pemerintah tidak bisa seenaknya
menindak lahan HGU tanpa verifikasi yang transparan. Pasalnya dalam HGU ada ada
amanah dari pelepasan kawasan yang ditingkatkan menjadi hak atas tanah.
"Karena telah berpindah tentunya, kewenangan final di
Kementerian ATR/BPN dan bukan KLHK," pungkas Sadino.
0 Komentar