PEKANBARU - Setelah melalui
persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, akhirnya pihak Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad, dinyatakan telah menjalankan prosedur
penanganan pasien terdakwa kasus investasi bodong senilai Rp84,9 Miliar di
Pekanbaru, Agung Salim, sesuai dengan hasil rekam medik tim Dokter RSUD Arifin
Achmad.
Hasil tersebut terungkap setelah Plt Direktur Arifin Achmad, Wan Fajriatul,
menjelaskan kepada Majelis Hakim PN Pekanbaru, kronologis dirawatnya terdakwa
Agung Salim, yang dibawa oleh pihak Rumah Tahanan (Rutan), untuk menjalani
pengobatan di saat terduga akan menjalani persidangan kasus investasi bodong.
“Setelah dalam fakta persidangan yang kami sampaikan kepada pihak majelis
hakim, kami membuka semua hasil rekam medik sesuai permintaan dalam
persidangan. Pasien atas nama Agung Salim, dirawat di RSUD tanggal 24 Desember
sampai 29 Desember. Pada saat pasien masuk kondisi gula darah sangat tinggi 800
waktu itu,” ujar Wan Fadjriatul, didampingi Biro Hukum Setdaprov Riau, Yan
Darmadi, usai menjadi saksi di persidangan.
“Pasien dibawa dan dilakukan pemeriksaan oleh dokter jaga IGD, dan
dikosultasikan pasien diindikasikan dilakukan perawatan dan kondisi pasien
dalam kondisi lemah. Sampai tanggal 29 Desember awalnya dilakukan oleh dokter
Asrizal. Atas permintaan keluarga dokter diganti oleh dokter Anwar Bet,”
tambahnya.
Selanjutnya setelah tanggal 29 Desember 2021 dirawat, pasien sudah
dinyatakan sehat dan boleh dibawa pulang. Pihak RSUD dalam hal ini sebagai tim
kesehatan bagi pasien yang dalam keadaan sakit, dan harus dirawat sesuai
prosedur. Untuk kasus hukum pasien yang sudah menjadi terdakwa, pihak Rumah
Sakit tidak mengetahui sama sekali.
“Pasien sudah diizinkan dibawa pulang, selanjutnya kami dipanggil oleh
pihak Jaksa meminta keterangan kondisi pasien. Dan saat dipanggilpun saya baru
tahu ada orang dari Lapas di RSUD. Untuk kasus hukumnya itu tidak menjadi
kewenangan kami. Kami hanya melayani dan merawat pasien, kami tidak ada
kongkalikong dengan pihak pasien ataupun oleh pengacara sampai pasien sembuh,
dan sudah dibuktikan di pengadilan,” kata Wan.
“Jadi kami minta ini tidak diperpanjang lagi, sesuai dengan fakta di
persidangan pihak hakim hanya menanyakan kondisi pasien. Sekali lagi kami tidak
tahu ada kasus ini dengan, pasien dalam kondisi drop kalau pasien meninggal
bisa RSUD yang disalahkan. Yang jelas kita tidak masuk ke urusan hukum yang
berjalan,” jelasnya lagi.
Tidak Ada Rahasia di Persidangan
Sebelumnya, Agus Salim sempat dibantar tanpa sepengetahuan majelis hakim.
Ia dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad. Tindakan ini
membuat majelis hakim berang.
Sebelumnya, hakim juga meminta keterangan dari dokter RSUD Arifim Achmad
(AA) yang menangani terdakwa Agung yakni Dr Anwar Bet. Anwar mengaku
mendapatkan rekam medis dari dokter UGD bahwa terdakwa kadar gula darahnya
789.
Menurutnya, kalau kadar gula darah setinggi itu, wajib diopname atau
mendapatkan perawatan inap. Namun, dia mengaku pada saat memeriksa hari ketiga,
kadar gula terdakwa sudah 439 dan ia merekomendasikan untuk rawat inap
karena kondisi penyakit terdakwa lainnya.
Hakim lalu mempertanyakan alasan pihak RSUD yang tidak menunjukkan rekam
medis kepada jaksa. Saat itu, dia menjawab kalau rekam medis itu rahasia
negara.
Mendengar keterangan itu, hakim lalu mengingatkannya bahwa dalam
persidangan tidak ada yang namanya rahasia negara. Apalagi, jaksa meminta rekam
medis itu atas perintah majelis hakim.
"Dalam persidangan, tidak ada rahasia. Jangan ada kongkalikong dalam
kasus ini, apalagi menghalangi proses pidana bisa masuk (penjara-red) Pak. Ada
pasal pidananya," tegas Dahlan.
Hakim juga mengingatkan para dokter di RSUD Arifin Achmad ke depannya agar
berhati-hati dalam menangani pasien berstatus terdakwa atau tersangka karena
kalau harus terpaksa dilakukan perawatan inap, maka wajib meminta izin
dari majelis hakim.
Usai memastikan kondisi terdakwa Agung Salim bisa mengikuti sidang, hakim
kemudian meminta JPU Herlina Samosir, Lastarida SH dan Rendy Panalosa untuk
menghadirkan saksi.
Dalam perkara dugaan penggelapan uang nasabah senilai Rp84,9 miliar ini
empat anggota Keluarga Konglomerat Salim selaku petinggi PT WBN dan PT TGP
company profil Fikasa Grup.
Mereka adalah Bhakti Salim alias Bhakti selaku Direktur Utama (Dirut) PT
WBN dan PT Tiara Global Propertindo (PT TGP), Agung Salim selaku Komisaris
Utama (Komut) PT WBN, Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP
dan Christian Salim selaku Direktur PT TGP dan Mariyani selaku Marketing
Freelance PT WBN dan PT TGP (berkas tuntutan terpisah).
Para terdakwa diajukan ke pengadilan karena didakwa melakukan dugaan
penggelapan uang nasabah senilai Rp84,9 miliar. Sedikitnya, ada 10 nasabah yang
merupakan warga Kota Pekanbaru yang menjadi korban para terdakwa.
Akibat perbuatannya itu, JPU menjerat para terdakwa dengan Pasal 46 Ayat
(1) Undang-Undang (UU) RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal
64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 378 Jo Pasal 64 Ayat (1)
Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 372 Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55
Ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 372 Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1)
ke-1 KUHPidana.
0 Komentar